BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Minggu, 06 Juni 2010

* Psikologi Anak Indonesia, Permasalahan dan Solusinya

Mengapa Orangtua Menyiksa atau Mengabaikan Anak?

Mengapa sampai ada orang tua yang suka menyiksa atau yang mengabaikan anaknya? Menurut beberapa ahli, tidak semua orang tua punya kecenderungan untuk menyiksa atau pun mengabaikan anaknya. Orang tua yang melakukan hal demikian pun sebenarnya punya alasan atau latar belakang sampai-sampai mereka bertindak demikian terhadap anaknya. Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi perilaku orang tua yang suka menyiksa atau pun mengabaikan anaknya. Adapun faktor-faktor tersebut adalah:

1. Pemilihan Pasangan untuk Menikah

Setiap orang pasti berusaha mencari pasangan yang terbaik dan sesuai dengan konsep ideal mereka. Hanya saja, pemilihan pasangan menurut para ahli ilmu jiwa juga sangat diwarnai oleh pola asuh dan hubungan antara individu dengan orang tua atau setidaknya salah satu dari orang tua mereka. Secara tidak disadari, setiap orang mengharapkan calon pasangannya memiliki kualitas yang menyerupai salah satu dari orang tua karena figur orang tua tersebut sudah menjadi tolak ukur atau standar yang ingin ditemukannya dalam diri pasangannya tersebut. Hal ini bisa berakibat positif atau pun negatif, tergantung dari orang tua yang menjadi modelnya, dan bagaimana pola interaksi yang terjadi di masa lalu antara individu dengan orang tuanya.

2. Karakter orangtua yang negatif

Jika orang tua (misalnya sang ayah) yang menjadi modelnya memiliki temperamen yang tinggi, keras, kaku,mudah marah, tidak stabil emosinya; dan interaksi yang terjalin lebih bersifat dingin, kaku, menjaga jarak, tidak memancarkan kasih sayang yang hangat, bahkan sering menghadiahkan hukuman dari pada pujian, tidak heran jika di kemudian hari sang anak tumbuh menjadi individu yang memiliki sifat atau karakter serupa dengan ayahnya yang suka menghukum tersebut. Atau jika tidak, ia tumbuh menjadi orang yang sifat-sifatnya menyerupai figur ibu yang posisinya lebih pasif atau menjadi korban kekerasan / temperamen ayahnya. Secara kejiwaan memang hal ini tidak sehat, karena di balik kecenderungan untuk bersikap pasif maupun agresif, ada kecenderungan sikap ketergantungan yang tidak sehat.

Sikap dan pola asuh orang tua yang demikian tidak memberikan kesempatan bagi anaknya untuk berkembang menjadi diri sendiri. Orang tua demikian suka memaksakan kehendak mereka dan menanamkan image yang menjatuhkan harga diri sang anak sehingga anak-anak tersebut tidak punya pilihan lain kecuali patuh dan taat pada orang tua yang mereka anggap paling benar, paling memahami dan melindungi mereka. Orang tua demikian juga cenderung tidak mengarahkan kemandirian anak, namun justru menciptakan kondisi hingga anak jadi terus menerus “lengket” dan tergantung pada orang tua, bahkan sampai si tumbuh menjadi dewasa sekali pun. Akibatnya, individu yang usianya semakin dewasa, ternyata secara mental masih anakimmature, alias kekanak-kanakan. Hal ini pasti sedikit banyak mempengaruhi pemilihan profil calon pasangan yang akan dijadikan suami atau istri.

Menurut penelitian para ahli, pada umumnya individu yang masih kekanak-kanakan, akan mendapatkan pasangan yang juga belum dewasa secara kejiwaan. Jika salah satu orang tua pemabuk, maka tidak heran jika salah satu dari anaknya juga punya kecenderungan pemabuk, atau mendapatkan suami yang pemabuk pula. Atau seseorang yang punya orang tua super otoriter atau bahkan acuh tak acuh, cenderung menemukan pasangan entah yang juga punya karakter yang sama dengan orang tua yang otoriter ataukah mendapatkan pasangan yang sangat pasif dan tergantung. Bisa dibayangkan bagaimana kehidupan perkawinan tersebut jika kedua orang yang membentuk keluarga tidak berhasil keluar dari masalah identitasnya masing-masing. Tidak heran, jika pola asuh dan interaksi yang dialaminya di masa lalu, akan terulang kembali di keluarga barunya. Anak-anak mereka pada akhirnya mengalami masalah yang sama seperti halnya orang tuanya dahulu.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Polansky dan kawan-kawannya pada tahun 1981 terhadap karakteristik orangtua yang mengabaikan anaknya, menemukan bukti bahwa orang tua yang mengabaikan anaknya digambarkan mempunyai karakter kekanak-kanakan, memiliki harga diri yang rendah dan sulit merencanakan hal-hal penting dalam hidupnya seperti perkawinan, mempunyai anak, dsb. Mereka juga dilaporkan tidak terlalu menunjukkan kecemasan, kemarahan atau pun depresi dibandingkan dengan orang tua yang suka menyiksa anak secara fisik. Tidak hanya itu, penelitian yang dilakukan oleh Tomison (1996) yang dimuat dalam National Research Council, 1933 mengungkapkan, bahwa lemahnya fungsi orang tua juga disebabkan oleh ketidakmampuan kapasitas intelektual dari orang tua tersebut untuk menjalankan tanggung jawab dengan penuh kesadaran untuk menjaga dan memelihara anaknya dengan layak.


3. Gangguan kepribadian dan masalah kejiwaan yang dialami orang tua

Gangguan jiwa atau pun fisik yang kronis memang menjadi salah satu penyebab ketidakmampuan seseorang menjadi orang tua yang efektif. Sebab, problem yang muncul kemudian adalah kesulitan mengendalikan emosi dan perilaku agresif sebagai dampak gangguan tersebut.

Masalah kejiwaan yang menghinggapi salah satu dari orang tua sudah tentu membawa dampak bagi pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak-anaknya. Tidak hanya itu, masalah kejiwaan orang tua pasti mempengaruhi pola interaksi dan komunikasi yang terjalin di dalam keluarga. Dalam tinjauan teori sistem, jika salah seorang anggota keluarga mengalami masalah kejiwaan, otomatis akan mempengaruhi anggota keluarga yang lain dan menyebabkan perubahan-perubahan di berbagai segi kehidupan keluarga. Masalahnya, orang tua yang mengalami gangguan kejiwaan akan sulit membedakan antara masalah dirinya dengan masalah anak-anaknya, kebutuhan dirinya dengan kebutuhan anak-anaknya. Belum lagi anak-anak dibebani oleh perasaan bersalah yang ditimbulkan oleh masalah yang dialami orang tua. Anak-anak juga dibebani tanggung jawab untuk menjadi “pengasuh” dan dituntut untuk memenuhi kebutuhan orang tua yang sedang bermasalah tersebut, entah kebutuhan emosional maupun jasmani. Akibatnya sang anak dipaksa untuk menjalankan peranan selayaknya orang dewasa.

Seringkali orang tua yang bermasalah malah menyalahkan anak-anak karena dianggap sebagai sumber masalah. Jadi, anak-anak sering menjadi sasaran pelampiasan dorongan agresif orang tua yang seringkali bertubi-tubi dan tidak terkendali. Anak-anak tersebut menerima perlakuan kasar dan kejam dan dijadikan sasaran mudah bagi pelampiasan dorongan agresif orang tua yang bermasalah tersebut. Gangguan jiwa yang dialami orang tua apalagi yang bersifat agresif seringkali mendatangkan suasana teror dalam kehidupan sang anak, terutama jika kekejaman atau pun kekerasan tersebut terjadi secara random dan tidak dapat diprediksikan kemunculannya. Akibatnya tentu saja sulit bagi anak untuk bisa mengembangan rasa percaya diri dan kepercayaan pada orang lain karena mereka sulit menemukan lingkungan yang memberikan rasa aman.

Dampak Penyiksaan/Pengabaian Pada Kehidupan Anak

Menurut berbagai lembaga penanganan terhadap anak-anak yang mendapat perlakuan negatif dari orang tua, ada beberapa faktor yang mempengaruhi besar kecilnya dampak atau efek dari penyiksaan atau pengabaian terhadap kehidupan sang anak. Faktor-faktor tersebut adalah:

* Jenis perlakuan yang dialami oleh sang anak
* Seberapa parah perlakuan tersebut dialami
* Sudah berapa lama perlakuan tersebut berlangsung
* Usia anak dan daya tahan psikologis anak dalam menghadapi tekanan
* Apakah dalam situasi normal sang anak tetap memperoleh perlakuan atau pengasuhan yang wajar
* Apakah ada orang lain atau anggota keluarga lain yang dapat mencintai, mengasihi, memperhatikan dan dapat diandalkan oleh sang anak

Sementara itu penyiksaan dan atau pengabaian yang dialami oleh anak dapat menimbulkan permasalahan di berbagai segi kehidupannya seperti:

1. Masalah Relational
2. Masalah Emosional
3. Masalah Kognisi
4. Masalah Perilaku

Masalah Relational

*

Kesulitan menjalin dan membina hubungan atau pun persahabatan
*

Merasa kesepian
*

Kesulitan dalam membentuk hubungan yang harmonis
*

Sulit mempercayai diri sendiri dan orang lain
*

Menjalin hubungan yang tidak sehat, misalnya terlalu tergantung atau terlalu mandiri
*

Sulit membagi perhatian antara mengurus diri sendiri dengan mengurus orang lain
*

Mudah curiga, terlalu berhati-hati terhadap orang lain
*

Perilakunya tidak spontan
*

Kesulitan menyesuaikan diri
*

Lebih suka menyendiri dari pada bermain dengan kawan-kawannya
*

Suka memusuhi orang lain atau dimusuhi
*

Lebih suka menyendiri
*

Merasa takut menjalin hubungan secara fisik dengan orang lain
*

Sulit membuat komitmen
*

Terlalu bertanggung jawab atau justru menghindar dari tanggung jawab

Masalah Emosional

*

Merasa bersalah, malu
*

Menyimpan perasaan dendam
*

Depresi
*

Merasa takut ketularan gangguan mental yang dialami orang tua
*

Merasa takut masalah dirinya ketahuan kawannya yang lain
*

Tidak mampu mengekspresikan kemarahan secara konstruktif atau positif
*

Merasa bingung dengan identitasnya
*

Tidak mampu menghadapi kehidupan dengan segala masalahnya

Masalah Kognisi

*

Punya persepsi yang negatif terhadap kehidupan
*

Timbul pikiran negatif tentang diri sendiri yang diikuti oleh tindakan yang cenderung merugikan diri sendiri
*

Memberikan penilaian yang rendah terhadap kemampuan atau prestasi diri sendiri
*

Sulit berkonsentrasi dan menurunnya prestasi di sekolah
*

Memiliki citra diri yang negatif

Masalah Perilaku

*

Muncul perilaku berbohong, mencuri, bolos sekolah
*

Perbuatan kriminal atau kenakalan
*

Tidak mengurus diri sendiri dengan baik
*

Menunjukkan sikap dan perilaku yang tidak wajar, dibuat-buat untuk mencari perhatian
*

Muncul keluhan sulit tidur
*

Muncul perilaku seksual yang tidak wajar
*

Kecanduan obat bius, minuman keras, dsb
*

Muncul perilaku makan yang tidak normal, seperti anorexia atau bulimia

Tidak semua anak akan memperlihatkan tanda-tanda tersebut di atas karena mereka merasa malu, atau takut untuk mengakuinya. Bisa saja mereka diancam oleh pelakunya untuk tidak membicarakan kejadian yang dialami pada orang lain. Jika tidak, maka mereka akan mendapatkan hukuman yang jauh lebih hebat. Tidak menutup kemungkinan, anak-anak tersebut justru mencintai pelakunya. Mereka ingin menghentikan tindakannya tetapi tidak ingin pelakunya ditangkap atau dihukum, atau melakukan suatu tindakan yang membahayakan keutuhan keluarga.

Anak yg Kurang Mendapat Perhatian dan Kasih Sayang

Bayi yang dipisahkan dari orang tua akan mengembangkan perasaan tidak aman yang ditampilkan dalam gangguan kepribadian atau kesulitan/hambatan di dalam segi-segi kehidupannya yang menyebabkan munculnya masalah penyesuaian diri di masa yang akan datang. Bagaimana pun juga, pengasuhan yang memadai semasa bayi merupakan kebutuhan yang penting demi tercapainya pertumbuhan fisik dan psikis yang maksimal. Menurut Wenar (1991), ketiadaan pengasuhan yang memadai setelah terbentuknya ikatan cinta kasih di antara anak dengan pengasuh akan menyebabkan perilaku yang menyimpang, karena dampak dari kehilangan tersebut sangatlah dirasakan sebagai suatu penolakan atau pun pengabaian.

Dengan kapasitas pemahaman yang masih terbatas akan suatu peristiwa, sang anak akan menterjemahkan kejadian tersebut sebagai bentuk penolakan atas dirinya, ia merasa tidak cukup berharga sehingga tidak pantas untuk dicintai. Hal ini jika berlanjut tanpa sempat diperbaiki, akan menimbulkan masalah terutama dalam pembentukan identitas seseorang serta penyesuaian diri dalam kehidupannya di lingkungan

Pengabaian Terhadap Anak : Anak yang Dipisahkan Dari Orangtua

Bayi yang dipisahkan dari orang tua akan mengembangkan perasaan tidak aman yang ditampilkan dalam gangguan kepribadian atau kesulitan/hambatan di dalam segi-segi kehidupannya yang menyebabkan munculnya masalah penyesuaian diri di masa yang akan datang. Bagaimana pun juga, pengasuhan yang memadai semasa bayi merupakan kebutuhan yang penting demi tercapainya pertumbuhan fisik dan psikis yang maksimal. Menurut Wenar (1991), ketiadaan pengasuhan yang memadai setelah terbentuknya ikatan cinta kasih di antara anak dengan pengasuh akan menyebabkan perilaku yang menyimpang, karena dampak dari kehilangan tersebut sangatlah dirasakan sebagai suatu penolakan atau pun pengabaian.

Dengan kapasitas pemahaman yang masih terbatas akan suatu peristiwa, sang anak akan menterjemahkan kejadian tersebut sebagai bentuk penolakan atas dirinya, ia merasa tidak cukup berharga sehingga tidak pantas untuk dicintai. Hal ini jika berlanjut tanpa sempat diperbaiki, akan menimbulkan masalah terutama dalam pembentukan identitas seseorang serta penyesuaian diri dalam kehidupannya di lingkungan

Pengaruh Masalah Kejiwaan Yang Dialami Orangtua Terhadap Cara Memperlakukan Anak

Beberapa hasil penelitian tentang masalah-masalah kejiwaan yang dialami orangtua dan berpengaruh terhadap tindakan penyiksaan dan atau penganiayaan terhadap anak dapat di bedakan sebagai berikut:

* Gangguan Jiwa atau Gangguan Kepribadian
* Depresi
* Pecandu Obat Terlarang / Alkoholik
* Masalah Perkawinan

Gangguan Jiwa atau Gangguan Kepribadian

Seorang peneliti bernama Rose Cooper Thomas yang melakukan penelitian terhadap hubungan antara ibu dan anak, menemukan bahwa ibu yang mengalami gangguan jiwa Schizophrenia (dengan kecenderungan perilaku yang acuh tak acuh), maka cenderung menghasilkan anak yang perilakunya suka memberontak, jahat, menyimpang atau bahkan anti sosial. Namun sebaliknya ada pula yang anaknya jadi suka menarik diri, pasif, tergantung dan terlalu penurut. Peneliti lain juga menemukan, gangguan jiwa sang ibu berakibat pada terganggunya perkembangan identitas sang anak.

Penemuan yang sama juga mengungkapkan bahwa gangguan Obsesif Kompulsif yang dialami orang tua sangat berkaitan erat dengan sikap pengabaian mereka terhadap anaknya. Sebab, gangguan Obsesif Kompulsif ini menjadikan individu nya lebih banyak memikirkan dan melakukan ritual-ritualnya dari pada tanggung jawab mengasuh anaknya.

Munchausen’s Syndrome by Proxy

Munchausen Syndrome by Proxy (MSbP) adalah gangguan mental yang biasanya dialami oleh wanita, dalam hal ini seorang ibu terhadap anaknya (biasanya pada bayi atau anak-anak di bawah usia 6 tahun) dan biasanya berakibat sang anak harus mendapatkan perawatan serius di rumah sakit. Dalam penyakit yang digambarkan pertama kali oleh Meadow pada tahun 1977 ini dideteksi adanya unsur kebohongan yang bersifat patologis dalam kehidupan sehari-hari sang ibu sejak dahulu hingga sekarang.

Pada kasus yang parah, sang anak secara terus menerus dihadapkan pada situasi yang mengancam keselamatan jiwanya; dan sang ibu yang melakukannya dari luar justru kelihatan lemah lembut dan tulus. Gangguan jiwa yang berbahaya ini bisa berakibat pada kematian anaknya karena pada banyak kasus ditemukan bahwa sang ibu sampai hati menyekap (atau mencekik) dan meracuni anaknya sebagai bukti pada dokter bahwa anaknya benar-benar sakit.

Memang, pada kasus-kasus ini sering ditemukan adanya sejarah gangguan perilaku antisosial pada sang ibu, yang disebabkan dirinya sendiri mengalami pola asuh yang salah dari orang tuanya dahulu. Pada kasus lain ditemukan bukti bahwa ternyata sang ibu mengalami gangguan somatis seperti contohnya (menurut istilah medis) gangguan neurotik, hypochondria, atau gangguan yang bersifat semu lainnya). Ditemukan pula, bahwa ibu-ibu yang tega melakukan hal ini terhadap anaknya ternyata mengalami gangguan kepribadian yang cukup parah.
Depresi

Penelitian lain dilakukan oleh Chaffin, Kelleher dan Hollenberg (1996) terhadap anak-anak yang orang tuanya mengalami depresi atau pun psikopatologi. Menurut mereka, orang tua yang depresif ditemukan sering melakukan penyiksaan secara fisik terhadap anak-anak mereka. Anak-anak mereka juga dilaporkan mengalami masalah seperti depresi, masalah interpersonal, perilaku yang aneh-aneh dan mengalami masalah di sekolah atau dalam belajar.
Pecandu Obat Terlarang / Alkoholik

Keluarga yang alkoholis cenderung lebih tidak stabil dan tidak dapat diramalkan perilakunya. Segala aturan main dapat saja berubah setiap waktu, dan seringkali mudah mengingkari janji-janji yang pernah dibuat. Demikian pula dengan pola asuh orang tua terhadap anak. Pola asuh yang diterapkan seringkali berubah-ubah secara tidak konsisten; dan tidak ada ruang bagi anggota keluarganya untuk mengekspresikan perasaannya secara apa adanya karena banyaknya batasan dan larangan untuk membahas “keburukan” keluarga.

Oleh karena itu para anggota yang lain dituntut untuk mampu menjaga rahasia supaya tidak ada keterlibatan pihak-pihak luar dan supaya tidak ada yang mengetahui problem keluarga mereka. Situasi ini tentu saja membuat perasaan tertekan, frustrasi, marah, tidak nyaman dan kegelisahan di hati anak-anaknya. Sering anak berpikir bahwa mereka telah melakukan sesuatu kekeliruan yang menyebabkan orang tua punya kebiasaan buruk. Akibatnya, rasa tidak percaya, kesulitan mengekspresikan emosi secara tepat, serta kesulitan menjalin hubungan sosial yang erat dan sejati, menjadi masalah yang terbawa hingga dewasa. Menurut penelitian beberapa ahli, anak-anak dari keluarga ini lebih beresiko mengembangkan kebiasaan alkoholismenya di masa dewasa dari pada anak-anak yang bukan berasal dari keluarga alkoholis.

Menurut penelitian Chaffin, Kelleher dan Hollenberg (1996), pecandu obat terlarang dilaporkan menjadi faktor yang paling umum dianggap menjadi penyebab penyiksaan dan pengabaian terhadap anak-anak serta melakukan pengasuhan dengan cara yang tidak benar atau keliru.
Masalah Perkawinan

Salah satu kebahagiaan terbesar dalam hidup adalah merasakan hubungan yang hangat dan penuh dengan kasih sayang yang diperoleh dari orang-orang yang dicintai. Namun tidak selamanya setiap orang dapat merasakan hal ini, terutama jika mereka berada dalam keluarga yang mengalami masalah pelik yang tidak hanya mempengaruhi keharmonisan keluarga, namun pengaruhnya sampai pada kehidupan emosional para anggotanya.

Akibatnya, setiap anggota keluarga merasakan bertambahnya beban mental atau tekanan emosional yang terus menerus bertambah dari hari ke hari. Beban mental ini akan semakin berat kalau suasana dalam keluarga serasa mencekam, seperti di kuburan, tidak ada satu orang pun yang berani mengemukakan emosi dan pikirannya, dan tidak ada keleluasaan untuk bertindak. Tidak ada suasana keterbukaan ini hanya akan meningkatkan ketegangan dari setiap anggota keluarga.

Pada umumnya, anak-anaklah yang menjadi korban pelampiasan ketegangan, kecemasan, kekesalan, kemarahan dan segala emosi negatif yang tidak bisa dikeluarkan. Sebabnya, anak-anak lebih berada posisi yang lemah, tergantung pada orang tua dan tidak berdaya sehingga mudah sekali menjadi sasaran agresivitas orang tua tanpa memberikan perlawanan. Akibatnya, pada beberapa kasus terjadi tindakan kekerasan fisik orang tua terhadap anak hanya karena orang tua tidak dapat mengendalikan dorongan emosinya.

Para ahli yang menganut faham teori sistem berpandangan, bahwa yang sebenarnya, jika orang melihat seorang anak yang kelihatannya bermasalah, entah itu masalah penyesuaian diri, masalah belajar atau masalah lainnya, sebenarnya yang harus dicari tahu sumber penyebabnya bukanlah pada diri si anak, tapi lebih pada orang tua dan interaksi yang terjadi di dalam keluarga itu. Karena, anak bermasalah sebenarnya merupakan pertanda adanya ketidakberesan dalam hubungan keluarga itu sendiri. Jadi, masalah yang ditampilkan oleh anak merepresentasikan disfungsi yang terjadi di dalam kehidupan keluarganya.

Cara Mengatasi Penyiksaan & Pengabaian Anak

Masalah penyiksaan atau pengabaian terhadap anak haruslah dipandang dan ditangani secara komprehensif. Penyelesaian atau pun penanganan masalah ini bukan hanya tergantung pada psikolog, konselor, atau dokter/terapis, tetapi juga membutuhkan keterlibatan dari orang tua si anak yang bermasalah. Jika tidak dimungkinkan adanya keterlibatan orang tua, biasanya anak-anak tersebut dipisahkan sementara waktu untuk tinggal dan diasuh oleh orang lain yang dipandang mampu memberikan perhatian yang memadai.

Memang, di negara-negara berkembang seperti Indonesia kasus-kasus ini belum banyak mendapat perhatian masyarakat sehingga tidak banyak terungkap dan ditangani secara serius. Jika diperhatikan secara seksama, hampir setiap hari ada kasus penganiayaan atau pun pengabaian yang dialami oleh anak-anak Indonesia tanpa disadari tidak hanya oleh pelakunya saja, namun bahkan oleh korbannya. Buktinya, di persimpangan jalan, di bawah jembatan, di pinggiran toko, di pasar, banyak ditemukan anak-anak itu harus bekerja keras untuk membantu orang tua dengan konsekuensi kehilangan masa bermain dan bersekolah. Mereka juga tidak jarang menjadi korban penganiayaan orang-orang yang tidak suka atau merasa terganggu akan kehadiran mereka yang kusam dan kotor. Banyak pula dari mereka yang kabur dari rumah karena tidak tahan oleh perlakuan keras orang tuanya sehingga memutuskan untuk menjadi anak jalanan.

Oleh karena tidak ada yang mempedulikan nasib dan keadaan anak-anak itu, maka dari ke hari kasusnya semakin bertambah dan dampak kerugian baik material maupun psikologis yang ditimbulkan semakin meluas. Padahal, kerugian psikologis yang diderita oleh anak-anak tersebut membahayakan perkembangan jiwa dan dalam jangka panjang sama saja dengan membiarkan terjadinya kehancuran mentalitas dan intelektualitas generasi penerus bangsa.

Jadi, jika di antara kita ada kasus penyiksaan atau pun pengabaian, maka tindakan yang dapat diambil adalah memberikan informasi bagaimana menolong diri sendiri, sebagai tindakan pertolongan awal.

Memahami dan menyadari bahwa ia mempunyai orang tua yang mengalami gangguan jiwa dan menyadari pula pengaruh yang bakal dialami sebagai akibatnya



* Menerima dan mengakui perasaan-perasaan yang timbul, seperti marah, sedih, frustasi, rasa bersalah, malu, dsb. Jangan mengabaikan perasaan tersebut seolah tidak pernah muncul.
* Memberikan pemahaman, bahwa ia bukan menjadi sumber atau penyebab masalah orang tua
* Mempelajari cara-cara yang dapat membantu menguatkan diri sendiri
* Pelajari kebutuhan-kebutuhan yang mendasar, dan berusahalah untuk mengaturnya
* Pelajari hal-hal yang dapat mendatangkan stress, dan belajar untuk mengatasinya
* Ubahlah pemikiran dan pemahaman yang negatif tentang diri sendiri dengan hal-hal yang lebih positif
* Belajar mengembangkan kemampuan interpersonal, dengan terlebih dahulu mengerti kekurangan yang terdapat di dalam keluarga dalam hal interaksi sosial dengan lingkungan
* Belajar lebih menghargai dan menikmati hubungan yang tercipta dan mengupayakan kestabilan hubungan tersebut dengan cara-cara yang lebih sehat
* Mencoba mencari jalan keluar dari berbagai sumber lain seperti psikolog, konselor, dokter, atau lembaga yang mengkhususkan diri untuk menangani problem-problem seperti ini.

Stop Penyiksaan dan Pengabaian terhadap Anak Sekarang Juga!

Awas, Hentikan Penyiksaan dan
Pengabaian Terhadap Anak
Sekarang Juga !

Seringkali dalam menghadapi sikap dan perilaku anak yang menyulitkan,banyak orang tua yang lepas kendali sehingga mengatakan atau melakukan sesuatu yang membahayakan anak.

Banyak informasi dari mass media ataupun menurut data penelitian mengungkapkan bahwa penyiksaan secara fisik banyak dialami oleh anak-anak sejak masa bayi, dan berlanjut hingga masa kanak-kanak sampai remaja.

Beberapa kriteria yang termasuk perilaku menyiksa seperti :
• Menghukum anak secara berlebihan
• Memukul
• Menyulut dengan ujung rokok, membakar, menampar, membanting
• Terus menerus mengkritik, mengancam,atau menunjukkan sikap penolakan terhadap anak
• Pelecehan seksual
• Menyerang anak secara agresif
• Mengabaikan anak; tidak memperhatikan kebutuhan makan, bermain, kasih sayang dan memberikan rasa aman yang memadai.

Pengertian Penyiksaan dan Pengabaian terhadap Anak

Penyiksaan
Pendapat Vander Zanden (1989), perilaku menyiksa dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk penyerangan secara fisik atau melukai anak; dan perbuatan ini dilakukan justru oleh pengasuhnya (orang tua atau pengasuh non-keluarga).

Pengabaian
Pendapat para psikiater yang terhimpun dalam Himpunan Masyarakat Pencegah Kekerasan Pada Anak di Inggris (1999). Mereka berpendapat, bahwa pengabaian terhadap anak juga merupakan sikap penyiksaan namun lebih bersifat pasif. Efek dari penyiksaan maupun pengabaian terhadap anak sama-sama mendatangkan akibat yang buruk.

Dampak Penyiksaan dan Pengabaian
Terhadap Beberapa Aspek Kehidupan Anak

Menurut berbagai lembaga penanganan terhadap anak-anak yang mendapat perlakuan negatif dari orang tua, ada beberapa faktor yang mempengaruhi besar kecilnya dampak atau efek dari penyiksaan atau pengabaian terhadap kehidupan sang anak. Faktor-faktor tersebut adalah :

• Jenis perlakuan yang dialami oleh sang anak
• Seberapa parah perlakuan tersebut dialami
• Sudah berapa lama perlakuan tersebut berlangsung
• Usia anak dan daya tahan psikologis anak dalam menghadapi tekanan
• Apakah dalam situasi normal sang anak tetap memperoleh perlakuan atau pengasuhan yang wajar
• Apakah ada orang lain atau anggota keluarga lain yang dapat mencintai, mengasihi, memperhatikan dan dapat diandalkan oleh sang anak.

Sementara itu penyiksaan dan atau pengabaian yang dialami oleh anak dapat menimbulkan permasalahan di berbagai segi kehidupannya seperti:

1. Masalah Relational
2. Masalah Emosional
3. Masalah Kognisi
4. Masalah Perilaku

Masalah Relational
• Kesulitan menjalin dan membina hubungan atau pun persahabatan
• Merasa kesepian
• Kesulitan dalam membentuk hubungan yang harmonis
• Sulit mempercayai diri sendiri dan orang lain
• Menjalin hubungan yang tidak sehat, misalnya terlalu tergantung atau terlalu mandiri
• Sulit membagi perhatian antara mengurus diri sendiri dengan mengurus orang lain
• Mudah curiga, terlalu berhati-hati terhadap orang lain
• Perilakunya tidak spontan
• Kesulitan menyesuaikan diri
• Lebih suka menyendiri dari pada bermain dengan kawan-kawannya
• Suka memusuhi orang lain atau dimusuhi
• Lebih suka menyendiri
• Merasa takut menjalin hubungan secara fisik dengan orang lain
• Sulit membuat komitmen
• Terlalu bertanggung jawab atau justru menghindar dari tanggung jawab

Masalah Emosional
• Merasa bersalah, malu
• Menyimpan perasaan dendam
• Depresi
• Merasa takut ketularan gangguan mental yang dialami orang tua
• Merasa takut masalah dirinya ketahuan kawannya yang lain
• Tidak mampu mengekspresikan kemarahan secara konstruktif atau positif
• Merasa bingung dengan identitasnya
• Tidak mampu menghadapi kehidupan dengan segala masalahnya

Masalah Kognisi
• Punya persepsi yang negatif terhadap kehidupan
• Timbul pikiran negatif tentang diri sendiri yang diikuti oleh tindakan yang cenderung merugikan diri sendiri
• Memberikan penilaian yang rendah terhadap kemampuan atau prestasi diri sendiri
• Sulit berkonsentrasi dan menurunnya prestasi di sekolah
• Memiliki citra diri yang negatif

Masalah Perilaku
• Muncul perilaku berbohong, mencuri, bolos sekolah
• Perbuatan kriminal atau kenakalan
• Tidak mengurus diri sendiri dengan baik
• Menunjukkan sikap dan perilaku yang tidak wajar, dibuat-buat untuk mencari perhatian
• Muncul keluhan sulit tidur
• Muncul perilaku seksual yang tidak wajar
• Kecanduan obat bius, minuman keras, dsb
• Muncul perilaku makan yang tidak normal, seperti anorexia atau bulimia

Tidak semua anak akan memperlihatkan tanda-tanda tersebut di atas karena mereka merasa malu, atau takut untuk mengakuinya. Bisa saja mereka diancam oleh pelakunya untuk tidak membicarakan kejadian yang dialami pada orang lain. Jika tidak, maka mereka akan mendapatkan hukuman yang jauh lebih hebat. Tidak menutup kemungkinan, anak-anak tersebut justru mencintai pelakunya. Mereka ingin menghentikan tindakannya tetapi tidak ingin pelakunya ditangkap atau dihukum, atau melakukan suatu tindakan yang membahayakan keutuhan keluarga.

sumber : http://psikologianakindonesia.wordpress.com/2007/11/25/stop-penyiksaan-dan-pengabaian-terhadap-anak-sekarang-juga/

0 komentar: